MAKALAH
KONSEP DASAR SPIRITUAl
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Manusia
adalah mahluk yang paling tinggi derajatnya dibandingkan makhluk tuhan yang
lainnya. Mengapa demikian?,tentu jawabannya karena manusia telah diberkahi
dengan akal dan fikiran yang bisa membuat manusia tampil sebagai khalifah
dimuka bumi ini. Akal dan fikiran ini lah yang membuat manusia bisa berubah
dari waktu ke waktu.Dalam kehidupan manusia sulit sekali dipredeksi sifat dan
kelakuannya bisa berubah sewaktu-waktu. Kadang dia baik,dan tidak bisa bisa
dipungkiri juga banyak manusia yang jahat dan dengki pada sesame manusia dan
makhluk tuhan lainnya.
Setiap
manusia kepercayaan akan sesuatu yang dia anggap angung atau maha.kepercyaan
inilah yang disebut sebagai spriritual. Spiritual ini sebagai kontrol manusia
dalam bertindak, jadi spiritual juga bisa disebut sebagai norma yang mengatur
manusia dalam berperilaku dan bertindak.
Dalam
ilmu keperawatan spiritual juga sangat diperhatikan.Berdasarkan konsep
keperawatan, makna spiritual dapat dihubungkan dengan kata-kata : makna,
harapan, kerukunan, dan sistem kepercayaan (Dyson, Cobb, Forman,
1997). Dyson mengamati bahwa perawat menemukan aspek spiritual
tersebut dalam hubungan seseorang dengan dirinya sendiri, orang lain, dan
dengan Tuhan. Menurut Reed (1992) spiritual mencakup hubungan intra-, inter-,
dan transpersonal. Spiritual juga diartikan sebagai inti dari manusia yang
memasuki dan mempengaruhi kehidupannya dan dimanifestasikan dalam pemikiran dan
prilaku serta dalam hubungannya dengan diri sendiri, orang lain, alam, dan
Tuhan (Dossey & Guzzetta, 2000).
B. Tujuan
Berdasarkan
uraian latar belakang diatas kami dapat menarik kesimpulan tujuan dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a) Untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah…
b) Diaharapkan
dengan adanya makalah ini maka pembaca akan memahami apa itu spiritual,apa
bentuknya dan sumber spiritual itu sendiri.
c) Mahasiswa
bisa mengerti bagaimana konsep spiritual dalam keperawatan(kesehatan)
C.
Rumusan
masalah
Penulis
dalam makalah ini ingin menyampaikan beberapa permasalah yang menjadi dasar
penulisan makalah ini
a) Seberapa
penting spiritual dalam kehidupan manusia?
b) Apa
yang menjadi sumber spiritual manusia itu sendiri?
c) Bagaimana
penerapan spiritual dalam ilmu kesehatan khususnya dalam makalah ini
keperawatan
D.
Metode
penulisan
Makalah
ini disusun dengan menggunakan berbagai referensi yaitu dari pengambilan data
dari website atau blog-blog yang membahas tentang spiritual.
Metode
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Pendahuluan:
latar belakang,tujuan,rumusan masalah,dan metode penulisan.
b. Pengkajian
c. Penutup:
kesimpulan dan saran
d. Daftar
pustaka
PENGKAJIAN
A.
Pengertian
Spiritual
Definisi spiritual lebih sulit dibandingkan
mendifinisikan agama/religion,
dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada
dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara
masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi
baik secara fisik dan psikologi,Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas.
dibanding dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada
dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita berbicara
masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku . kebanyakan spirit
selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok spirit merupakan energi
baik secara fisik dan psikologi,Menurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas.
Secara etimologi kata “sprit” berasal dari kata Latin
“spiritus”, yang diantaranya berarti “roh, jiwa, sukma, kesadaran diri, wujud
tak berbadan, nafas hidup, nyawa hidup.” Dalam perkembangannya, selanjutnya
kata spirit diartikan secara lebih luas lagi. Para filosuf, mengonotasian
“spirit” dengan (1) kekuatan yang menganimasi dan memberi energi pada cosmos,
(2) kesadaran yang berkaitan dengan kemampuan, keinginan, dan intelegensi, (3)
makhluk immaterial, (4) wujud ideal akal pikiran (intelektualitas,
rasionalitas, moralitas, kesucian atau keilahian).
Dilihat dari bentuknya, spirit menurut Hegel, paling tidak ada
tiga tipe : subyektif, obyektif dan obsolut. Spirit subyektif berkaitan dengan
kesadaran, pikiran, memori, dan kehendak individu sebagai akibat
pengabstraksian diri dalam relasi sosialnya. Spirit obyektif berkaitan dengan
konsep fundamental kebenaran (right, recht), baik dalam pengertian
legal maupun moral. Sementara spirit obsolut yang dipandang Hegel sebagai
tingkat tertinggi spirit-adalah sebagai bagian dari nilai seni, agama, dan
filsafat.
Secara psikologik, spirit diartikan sebagai “soul” (ruh), suatu makhluk yang bersifat
nir-bendawi (immaterial being). Spirit juga berarti makhluk adikodrati yang
nir-bendawi. Karena itu dari perspektif psikologik, spiritualitas juga
dikaitkan dengan berbagai realitas alam pikiran dan perasaan yang bersifat
adikodrati, nir-bendawi, dan cenderung “timeless & spaceless”.
Termasuk jenis spiritualitas adalah Tuhan, jin, setan, hantu, roh-halus,
nilai-moral, nilai-estetik dan sebagainya. Spiritualitas agama (religious
spirituality, religious spiritualness) berkenaan dengan kualitas mental
(kesadaran), perasaan, moralitas, dan nilai-nilai luhur lainnya yang bersumber
dari ajaran agama. Spiritualitas agama bersifat Ilahiah, bukan bersifat
humanistik lantaran berasal dari Tuhan.
Spiritual
dalam pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit ,sesuatu
yang spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengna tujuan
hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan
sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural
seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual
dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih
kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada
hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah
tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan
berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan
akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai
ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religious?
hidup manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan
sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan supernatural
seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap pengalaman pribadi. Spiritual
dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih tinggi, lebih
kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada
hal yang bersifat indrawi. Salah satu aspek dari menjadi spiritual adalah memiliki arah
tujuan, yang secara terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan
berkehendak dari seseorang, mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan, dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses, pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain perubahan
akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri, dimana nilai-nilai
ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui pengalaman dan kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual dan religious?
Spiritualitas ádalah kesadaran diri dan
kesadaran individu tentang asal , tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran
mutlak dari kehidupan yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama
merupakan praktek prilaku tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang
dinyatakan oleh institusi tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang
dinyatakan oleh institusi tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama
memiliki kesaksian iman ,komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual
memberikan jawaban siapa dan apa
seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang
sama
seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan jawaban apa
yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang bisa saja mengikuti
agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang – orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang
sama
Spiritualitas
adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan
kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1) Berhubungan
dengan sesuatau yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan,
2) Menemukan
arti dan tujuan hidup,
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber
dan kekuatan dalam diri sendiri,
4) Mempunyai
perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai
kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan
seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang
yang mempunyai wewenang atau kuasa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan
tentang keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope),
harapan merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya
berupa kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang
menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama
adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang
bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya.
Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi
spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan
suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri
sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan
transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas
meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual.
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan
antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan
spiritual.
B. Ajaran Spiritual :
Sumber dan Coraknya
Dalam perjalanan sejarah
peradaban manusia, tercatat bahwa tradisi keagamaan merupakan sumber ajaran
spiritual yang mengakar kuat dan mempengaruhi pola kehidupan pemeluknya. Untuk
memahami fenomena spiritualitas, agaknya perlu memahami ajaran agama itu
sendiri. Masing-masing agama memiliki ajaran spiritual berbeda walau hakekatnya
berkecenderungan tidak jauh berbeda. Secara garis besar, dilihat dari sumber
dan proses terjadinya spiritual atau nilai-nilai spiritual yang diyakini dan
diamalkan, paling tidak terdapat beberapa tipe. The Encyclopedia
of Religion menyebutkan tiga tipe ajaran spiritual (spiritual
discipline) yaitu :
- Pertama, spiritual heteronomy. Dalam corak spiritual ini, pencari atau pengamal spiritual cenderung menerima, memahami, meyakini atau mengamalkan acuan spiritual (nilai-nilai spiritual) yang bersumber dari otoritas luar (external authority). Pengamal ajaran spiritual heteronomik bersikap mentaati dan menerima makna dan keabsahannya dalam wujud tindakan yang submisif dalam arti tinggal menerima, meyakini dan mengamalkan saja, tanpa harus merefleksikan atau merasionalisasi makna ajarannya.
- Kedua, spiritual otonom, yakni bentuk spiritualitas yang bersumber dari hasil refleksi diri sendiri. Corak spiritual ini bersifat “self-contained and independent of external authority”, yakni dihasilkan dari dalam diri sendiri dan terbebas dari otoritas luar. Spiritual otonom sesungguhnya merupakan nilai spiritual yang dihasilkan oleh proses refleksi terhadap kemahabesaran Tuhan dan ciptaannya.
- Ketiga, spiritual interaktif, yakni nilai spiritual atau spiritual yang terbentuk melalui proses interaktif antara dirinya sendiri dengan lingkungannya. Dengan demikian, corak spiritual ini bukan mutlak karena faktor internal maupun eksternal. Namun, lebih merupakan hasil dari proses dialektik antara potensi ruhaniah (mental, perasaan, dan moral) di satu pihak dengan otoritas luar dalam bentuk tradisi, folkways, dan tatanan dunia yang mengitarinya.
Bentuk-bentuk spiritual yang berkembang juga
cenderung bervariasi. William K. Mahony, mengkategorikan dua bentuk ajaan
spiritual. Pertama, ajaran spiritual esktatik, ajaran ini
menganggap bahwa spiritual atau nilai-nilai spiritual dapat diperoleh melalui
pengalaman esktatik. Yakni praktik memperoleh kegembiraan luar biasa (esktasi)
dengan cara merampas (menjauhkan) diri dari bentuk kesenangan jasmani agar
terbebas dari kungkungan tubuh jasmaniahnya (physical body). Kedua,
ajaran spiritual konstraktif yang memandang bahwa untuk memperoleh nilai dan
tingkat spiritualitas (maqam) tidak harus mengekslusi atau mengesampingkan
realitas kesenangan hidup keseharian yang sesunguhnya. Thomas a Kempis, seorang
biarawan pada abad 15 pernah mengajarkan pada muridnya tentang bagaimana cara
memilki spirtualitas relijius yang tinggi. Ajaran sederhananya, misalnya “Be
simple, like the simple children of God, without deception, without envy,
without murmuring, and without suspicion”.
1.
Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quatient)
Menurut Jalaluddin Rahmat (2001), dalam kata
pengantar pada buku SQ edisi Indonesia mengatakan, Sejak 1969, ketika Journal
of Transpersonal Psychology terbit untuk pertama kalinya, psikologi
mulai mengarahkan perhatiannya pada dimensi spiritual manusia. Penelitian
dilakukan untuk memahami gelaja-gejala ruhaniah, seperti peak
experience, pengalaman mistik, ekstasi, kesadaran ruhaniah, kesadaran
kosmis, aktualisasi transpersonal, pengalaman spiritual, dan akhirnya
kecerdasan spiritual. Dalam kerangka inilah, Zohar mendefinisikan kecerdasan
spiritual sebagai “kecerdasan yang bertumpu pada bagian dalam diri kita yang
berhubungan dengan kearifan di luar ego, atau jiwa sadar. Inilah kecerdasan
yang kita perlukan bukan hanya untuk mengetahui nilai-nilai yang ada, melainkan
juga untuk secara kreatif menemukan nilai-nilai baru”.
Zohar juga mengatakan, SQ adalah kecerdasan
untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan
untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas
dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang
lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. SQ adalah landasan yang
diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. Bahkan SQ merupakan
kecerdasan tertinggi kita. Akan tetapi seperti kata Jalaluddin Rahmat, Danah
Zohar masih terikat dalam pemikiran psikologi dari angkatan-angkatan sebelum
psikologi transpersonal.Sedangkan menurut Khalil Khavari (Khavari, 2000, h.
23)., “kecerdasan spiritual adalah fakultas dari dimensi nonmaterial kita-ruh
manusia. Inilah intan yang belum terasah yang kita semua milikinya. Kita harus
mengenalinya seperti apa adanya, menggosoknya hingga berkilap dengan tekad yang
besar dan menggunakannya untuk memperoleh kebahagiaan abadi. Seperti dua bentuk
kecerdasan lainnya, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dan juga
diturunkan. Akan tetapi, kemampuan untuk ditingkatkan tampaknya tidak
terbatas”.
Danah Zohar menawarkan enam jalan untuk
menumbuhkan kecerdasan kecerdasan spiritual antara lain . Jalan I : Jalan
Tugas; Jalan II : Jalan Pengasuhan; Jalan III : Jalan Pengetahuan; Jalan IV :
Jalan Perubahan Pribadi; Jalan V : Jalan Persaudaraan; Jalan VI : Jalan
Kepemimpinan yang Penuh Pengabdian.Yang pada akhirnya semua jalan menuju dan
berasal dari pusat yaitu kembali kedunia.
Menurut Jalaluddin Rahmat ada berbagai teknik
untuk mengungkapkan makna; tetapi ada lima situasi ketika makna membersit ke
luar dan mengubah hidup kita-menyusun hidup kita yang porak-poranda. Pertama,
makna kita temukan ketika kita menemukan diri kita (self discovery); kedua,
makna muncul ketika kita menentukan pilihan; ketiga, makna
ditemukan ketika kita merasa istimewa, unik, dan tak tergantikan oleh orang
lain;keempat, makna membersit dalam tanggung jawab; kelima, makna
mencuat dalam situasi transendensi, gabungan dari keempat hal diatas.
Dalam menumbuhkan spiritual dapat juga dengan
memakai ESQ yang diperkenalkan oleh AG Agustian, dengan ESQ seseorang mampu
mengendalikan emosinya karena di dalam dirinya mulai tumbuh “hot spot”
(fitrah). Semakin baik ESQ seseorang tentu kemampuan mengendalikan diri akan
semakin baik pula.
Selain ESQ ada juga yang namanya Transenden
Intelligency (TI) yang berarti kecedasan ruhaniah. Menurut Toto
Tasmara (2001) salah satu indicator kecerdasan ruhaniah itu adalah taqwa. Orang
yang bertaqwa menurut Tasmara adalah orang yang bertanggung jawab, memegang
amanah dan penuh rasa cinta. Selain itu pada diri orang yang bertaqwa juga
terdapat ciri : memiliki visi dan misi, merasakan kehadiran Allah Swt, berzikir
dan berdoa, sabar, cenderung kepada kebaikan, memiliki empati, berjiwa besar,
dan bersifat melayani.
2.
Menumbuhkan Sifat Melayani
Pada masa pergerakan para pemimpin kita tidak
mau bekerja pada pemerintahan kolonial. Mereka para pemimpin pergerakan memilih
usaha sendiri meskipun dengan ruang yang sempit pada waktu itu. Faham
kepemimpinan pergerakan disikapi dan diamalkan sebagai kesempatan untuk
melayani, bukan untuk dilayani. Akan tetapi faham ini tidak berlanjut pada masa
sesudahnya, para birokrat ternyata bagaikan raja yang setiap saat harus siap
untuk dilayani. Masyarakat yang sudah susah dan miskin terpaksa harus melayani
mental para pemimpin yang rakus dan culas. Pelayanan kepada masyarakat yang
seharusnya mudah dipersulit dengan birokrasi yang dibuat sesukanya. Mengutip
catatan Guru Besar Ilmu Politik Universitas Airlangga Ramlan Surbakti mengenai
fenomena birokrasi di Indonesia, kewenangan besar dimiliki birokrat sehingga
hampir semua aspek kehidupan masyarakat ditangani birokrasi.
Kewenangan yang terlalu besar itu bahkan akhirnya menonjolkan peran birokrasi sebagai pembuat kebijakan ketimbang pelaksana kebijakan, lebih bersifat menguasai daripada melayani masyarakat. Akhirnya, wajar saja jika kemudian birokrasi lebih dianggap sebagai sumber masalah atau beban masyarakat ketimbang sumber solusi bagi masalah yang dihadapi masyarakat.Fenomena itu terjadi karena tradisi birokrasi yang dibentuk lebih sebagai alat penguasa untuk menguasai masyarakat dan segala sumber dayanya. Dengan kata lain, birokrasi lebih bertindak sebagai pangreh praja daripada pamong praja. Bahkan kemudian terjadi politisasi birokrasi. Pada rezim Orde Baru, birokrasi menjadi alat mempertahankan kekuasaan.
Dengan perubahan paradigma yang akhir-akhir ini sering terdengar bahwa kualitas pelayanan pada masyarakat merupakan salah satu masalah yang mendapat perhatian serius oleh aparatur pemerintah. Hal ini dibuktikan dalam keputusan MenPAN Nomer 81 Tahun 1993 kemudian dipertegas dengan inpres I/95, kemudian disusul dengan Surat Edaran Menko-Wasbang/PAN No. 56/MK.WASPAN/6/98.Dalam manajemen pelayanan dikenal kepemimpinan-pelayan yaitu pemimpin yang lebih dulu melayani. Disyaratkan kemampuan menganalisis dan mengembangkan kemampuan logika dan analitis termasuk mengenali ciri khas pemimpin-pelayan yang bisa ditiru. Spears (1999) mengetengahkan ciri khas pemimpin-pelayan sebagai berikut :
- Pemimpin-pelayan menyatakan tanggungjawab yang tidak terbatas untuk orang lain, dengan jalan kita menerima orang lain apa adanya, kita harus belajar memberikan empati;
- Pemimpin-pelayan mengenal dirinya sendiri dengan baik, ciri khas ini adalah sebuah komitmen seumur hidup, tetapi merupakan landasan untuk menjadi pemimpin-pelayan;
- Pemimpin-pelayan adalah pemegang wawasan yang membebaskan, ciri khas ini adalah kunci dari kegiatan pelayanan yang mendahulukan kepuasaan pelanggan karena mereka merasakan suatu nilai lebih apabila bergabung dengan kita;
- Pemimpin-pelayan adalah pemakai bujukan, ciri khas ini pemimpin-pelayan berusaha untuk tidak mengendalikan orang lain, pendekatan yang digunakan adalah berusaha mengembangkan pengertian;
- Pemimpin-pelayan adalah pembangun masyarakat;
- Pemimpin-pelayan menggunakan kekuasaan secara etis.
Dalam manajemen pelayanan juga dikenal layanan
sepenuh hati. Layanan sepenuh hati menurut Patricia patton dalam karyanya dalam
edisi Indonesia (1998) berjudul EQ-Pelayanan Sepenuh Hati, mengatakan bahwa
layanan sepenuh hati berasal dari dalam diri kita sendiri, bahwa sanubari
merupakan tempat bersemanyamnya emosi-emosi, watak, keyakinan-keyakinan,
nilai-niai, sudut pandang, dan perasaan-perasaan. Dan bahwa dalam melakukan
pelayanan sepenuh hati, ada tiga paradigma pengikat yang sejogianya dipahami
oleh aparatur pelayan. Paradigma tersebut 1) bagaimana memandang diri sendiri,
2) bagaimana memandang orang lain, dan 3) bagaimana memandang pekerjaan.
3.
Agama Sebagai Sumber Spiritualitas
Ada adagium yang mengatakan bahwa “agama boleh
saja ditinggalkan orang, tapi spiritual akan selalu hidup dan bersemanyam di
hati setiap orang sampai kapan pun”. Disini berarti terdapat pembedaan antara
agama atau keagamaan dengan spiritualitas. Agama berbicara tentang seperangkat
nilai dan aturan perilaku yang telah melalui proses kodifikasi. Sementara
spiritual bermakna jiwa yang paling dalam, hakiki, substance, masih
suci dan belum terkotak-kotak, bebas merambah kemana saja, dan didalamnya
bersemayam sifat-sifat Ilahi (ketuhanan) yang lembut dan mencintai.
Danah Zohar dan Ian Marshall mengatakan, “SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. Karena menurutnya sebagian orang, SQ mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama formal tetapi beragama tidak menjamin SQ tinggi. Banyak orang humanis dan ateis memiliki SQ sangat tinggi; sebaliknya, banyak orang yang aktif beragama memiliki SQ sangat rendah. SQ adalah kesadaran yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi kita juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru”.
Sedangkan Jalaluddin berpendapat, sepanjang zaman manusia bertanya, “siapakah aku ?” Tradisi keagamaan menjawabnya dengan menukik jauh kedalam, “wujud spiritual, ruh.” Praktek-praktek keagamaan mengajarkan kita untuk menyambungkan diri kita dengan bagian diri kita yang terdalam. Psikologi modern menjawab dengan menengok ke dalam (tidak terlalu dalam), self, ego, eksistensi psikologis” dan psikoterapi adalah perjalanan psikologis untuk menemukan diri ini. Psikologi transpersonal menggabungkan kedua jawaban ini. Ia mengambil pelajaran dari semua angkatan psikologi dan kearifan perennial agama.
Selanjutnya Jalaluddin menambahkan, agama-agama berbicara tentang kesadaran spiritual yang luas dan multidimensi. Diri, eksistensi pikologis, hanyalah penampakan luar dari esensi spiritual kita. Penjelasan psikologis yang hanya berkutat pada penampakan luar jelas tidak memadai. Menyembuhkan ganguan mental dengan menggarap diri lahiriah kita sama saja dengan mendorong mobil mogok tanpa memperbaiki mesinnya.
Marsha Sinetar (2000, hal. 17) mendefinisikan “kecerdasan spiritual adalah pikiran yang mendapat inspirasi, dorongan, dan efektivitas yang terinspirasi, the is-ness atau penghayatan ketuhanan yang didalamnya kita semua menjadi bagian”.
Menurut William James (1985) dalam Jalaluddin terdapat hubungan antara tingkah laku seseorang dengan pengalaman keagamaan yang dimilikinya. Artinya orang yang memiliki pengalaman keagamaan yang baik akan cenderung untuk berbuat baik karena agama pada prinsipnya adalah tuntunan bagi seseorang untuk mengerjakan hal-hal yang baik dalam urusan dunia maupun urusan akhirat (Jalaluddin, 2000 : 109). Selain itu, dengan pengalaman keagamaan juga orang terhindar dari perbuatan-perbuatan jahat, sikap dan prilaku amoral yang tidak dikehendaki.Agama mempunyai fungsi pengawasan sosial terhadap tingkah laku masyarakat. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang baik yang diberlakukan untuk masyarakat. Dengan beragama maka setiap tingkah laku sesorang akan terkontrol, apapun agamanya dan siapapun pemeluknya, yang jelas tidak satupun agama mengarahkan pemeluknya kedalam perbuatan maksiat.Pengalaman keagamaan yang dimiliki Eistein bahwa, benda-benda angkasa yang jumlahnya sulit dibayangkan itu bergerak karena ada yang menggerakkan, membuat hatinya bergetar dan mengakui bahwa, “Tuhan itu ada”. Demikian halnya dengan pentolan Komunis Joseph Stalin yang banyak membunuh kaum agamawan, ternyata diakhir hayatnya minta didampingi oleh seorang pendeta dan berucap, “pastor ajarkan saya berdoa”.Dari kisah nyata diatas, jelaslah bahwa manusia tidak bisa melepaskan diri dari agama karena agama adalah kebutuhan manusia yang fitri. Ketika datang wahyu Allah yang menyeru manusia pada agama, maka seruan itu sejalan dengan kebutuhan yang fitri itu (Abuddin Nata, 2004: 16-17). Seruan untuk memeluk agama sebagai fitrah manusia dapat kita ketahui dalam firman Allah yang berbunyi :
…maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama; (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) iu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. 30 : 30).
4.
Membangun Spiritualitas Religius
Terlepas dari realitas spiritualitas yang penuh
dengan paradoks, adalah merupakan kewajiban bagi umat beragama untuk
mengembangkan, menguatkan, atau menghidupkan kembali peran spiritualiatas
religius. Spiritual religius, yang pada dasarnya merupakan bentuk spiritualitas
yang bersumber dari ajaran Tuhan, diyakini memiliki kekuatan spiritual yang
lebih kuat, murni, suci, terarah, dan abadi dibanding spiritual sekuler dengan
berbagai coraknya. Pengembangan spiritualitas religius dengan demikian
merupakan hal niscaya untuk diwujudkan ditengah kehidupan masyarakat. Terdapat
beberapa pendekatan untuk mengembangkan spiritualitas relijius :
·
Pertama, melalui pendekatan teologik, yang dilakukan dengan cara
melakukan elaborasi ajaran agama secara proporsional sehingga memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat. Dalam konteks ini, merupakan tugas ilmuwan, ulama,
cendekiawan agama bekerjasama dengan para ahli untuk menyusun dan merancang
pengembangan model-sistem ajaran yang selari dengan kebutuhan aktual dan
konkret masyarakat itu sendiri.
·
Kedua, melalui pendekatan psiko-politik yang dilakukan dengan cara
membangun keteladanan nasional. Pengembangan spiritualitas religius, seperti
nilai : kebersihan, kejujuran, keadilan, kesederhanaan, kepedulian, keikhlasan,
cinta-kasih, dan lain-lain yang bersumber dari ajaran agama yang juga merupakan
prinsip-prinsip dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan diwujudkan
melalui program keteladanan nasional cenderung lebih efektif ketimbang bentuk
retorika apa pun.
·
Ketiga, melalui pendekatan sosio-kultural, dengan cara membangun
masyarakat religius yang sebenarnya. Dalam rangka ini, pendidikan agama perlu
diwujudkan dalam bentuk pelatihan-pelatihan praktis yang menekankan pada
pengembangan moralitas dan akhlaqul karimah.
C.
Konsep
Kesehatan Spiritual
Kesehatan spiritual
atau kesejahteraan adalah “rasa keharmonisan saling kedekatan antara diri
dengan orang lain, alam dan dengan kehidupan tertinggi” (Hungemannet al, 1985).
Rasa keharmonisan ini dicapai ketika seseorang menemukan keseimbangan antara
nilai, tujuan, dan system keyakinan mereka dengan hubungan mereka di dalam diri
mereka sendiri dan orang lain. Pada saat terjadi stress, penyakit, penyembuhan,
atau kehilangan, sesorang mungkin akan berbalik kecara-cara lama dalam merespon
atau menyesuaikan dengan situasi. Seringkali gaya koping ini terdapat
dalam keyakinan atau nilai dasar orang tersebut. Keyakinan ini sering berakar
dalam spiritualitas orang tersebut. Sepanjang hidup seorang individu mungkin
tumbuh lebih spiritual, menjadi lebih menyadari tentang makna, tujuan dan nilai
hidup.
Spiritual
dimulai ketika
anak-anak belajar tentang diri mereka dan hubungan mereka dengan orang lain.
Banyak orang dewasa mengalami pertumbuhan spiritual ketika memasuki hubungan
yang langgeng. Kemampuan untuk mengasihi orang lain dan diri mereka sendiri
secara bermakna adalah bukti dari kesehatan spiritual.
Menetapkan hubungan dengan yang
Maha Agung, kehidupan atau nilai adalah salah satu cara mengembangkan
spiritualitas. Anak-anak sering mulai dengan konsep tentang ketuhanan atau nilai
seperti yang disuguhkan kepada mereka oleh lingkungan rumah mereka atau
komunitas religius mereka. Remaja sering mempertimbangkan kembali konsep masa
kanak-kanak mereka tentang kekuatan spiritual, dan dalam pencarian identitas,
mungkin mempertanyakan tentang praktik atau nilai atau menemukan kekuatan
spiritual sebagai motivasi untuk mencari makna hidup yang lebih jelas.
Sejalan dengan makin dewasanya
seseorang, mereka sering instrospeksi diri untuk memperkaya nilai dan konsep
ketuhanan yang telah lama dianut dan bermakna. Kesehatan spiritualitas yang
sehat pada lansia adalah sesuatu yang memberikan kedamaian dan penerimaan
tentang diri dan hal tersebut sering didasarkan pada hubungan yang langgeng
dengan yang Maha Agung. Penyakit mengancam kesehatan spiritual.
D.
Masalah
Spiritual
Ketika penyakit,
kehilangan, atau nyeri menyerang seseorang, kekuatan spiritual dapat membantu
seseorang kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian
spiritual.selama penyakit atau kehilangan, misalnya saja, individu sering
menjadi kurang mampu untuk merawat diri mereka sendiri dan lebih bergantung
pada orang lain untuk perawatan dan dukungan. Distres spiritual dapat
berkembang sejalan dengan seseorang mencari makna tentang apa yang sedang
terjadi, yang mungkin dapat mengakibatkan seseorang merasa sendiri dan
terisolasi dari orang lain. Individu mungkin mempertanyakan nilai spiritual
mereka, mengajukan pertanyaan tentang jalan hidup seluruhnya, tujuan hidup, dan
sumber dari makna hidup.
1. Penyakit
Akut
Penyakit
yang mendadak, tidak diperkirakan, yang menghadapkan baik ancaman langsung atau
jangka panjang terhadap kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan klien dapat
menimbulkan distress spiritual bermakna.
Penyakit atau
cedera dapat dipandang sebagai hukuman, sehingga klien menyalahkan diri mereka
sendiri karena mempunyai kebiasaan kesehatan yang buruk, gagal untuk mematuhi
tindakan kewaspadaan keselamatan atau menghindari pemeriksaan kesehatan secara
rutin. Konflik dapat berkembang sekitar keyakinan individu dan makna hidup.
Individu mungkin mempunyai kesulitan memandang masa depan dan dapat terpuruk
tidak berdaya oleh kedukaan.
Kemarahan bukan
hal yang tidak wajar, dan klien mungkin mengekspresikannya terhadap Tuhan,
keluarga, dan/atau diri mereka sendiri. Kekuatan spiritualitas klien
mempengaruhi bagaimana mereka menghadapi penyakit mendadak dan bagaimana mereka
dengan cepat beralih kearah penyembuhan.
2. Penyakit
Kronis
Seseorang dengan
penyakit kronis sering menderita gejala yang melumpuhkan dan mengganggu
kemampuan untuk melanjutkan gaya hidup normal mereka. Kemandirian
dapat sangat terancam, yang mengakibatkan ketakutan, ansietas, kesedihan yang
menyeluruh. Ketergantungan pada orang lain untuk mendapat perawatan rutin dapat
menimbulkan perasaan tidak berdaya dan persepsi tentang penurunan kekuatan
batiniah. Seseorang mungkin merasa kehilangan tujuan dalam hidup yang
mempengaruhi kekuatan dari dalam yang diperlukan untuk mengahdapi perubahan
fungsi yang dialami. Kekuatan tentang spiritualitas seseorang dapat mejadi factor
penting dalam cara seseorang menghadapi perubahan yang diakibatkan oleh
penyakit kronis. Keberhasilan dalam mengatasi perubahan yang diakibatkan oleh
penyakit kronis dapat menguatkan seseorang secara spiritual. Reevaluasi tentang
hidup mungkin terjadi. Mereka yang kuat secara spiritual akan membentuk kembali
identitas diri dan hidup dalam potensi mereka.
3. Penyakit
Terminal
Penyakit
terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan,
kematian, dan ancaman terhadap integritas (Turner et al, 1995). Klien mungkin
mempunyai ketidak pastian tentang makna kematian dan dengan demikian mereka
menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Tedapat juga klien yang
mempunyai rasa spiritual tentang ketenangan yang memampukan mereka untuk menghadapi
kematian tanpa rasa takut.
Individu yang
mengalami penyakit terminal sering menemukan diri meraka menelaah kembali
kehidupan mereka dan mempertanyakan maknanya. Pertanyaan-petanyaan umum yang
diajukan dapat mencakup, “ mengapa hal ini terjadi pada saya’’ atau “apa yang
telah saya lakukan sehingga hal ini terjadi pada saya” keluarga dan teman-teman
dapat terpengaruhi sama halnya yang klien alami.
Fryback (1992)
melakukan penelitian untuk, mengetahui bagaimana individu dengan penykit
terminal menggambarkan tentang kematian. Klien yang termasuk dalam penelitian
mengidentifikasikan tiga domain kesehatan sebagai berikut: mental-emosi,
spiritual dan fisik. Domain spiritual dipandang sebagai hal penting dalam hal
kesehatan dan mencakup mempunyai hubungan dengan kekuatan yang lebih
tinggi, menghargai moralitas seseorang dan menumbuhkan aktualisasi diri. Dari
penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa penelitian tersebut menunjukkan
klien yang mempunyai penyakit terminalmempunyai persepsi dalam Keadaan tidak
sehat,persepsi tersebut bukan karena penyakitnya tetapi karena sedang tidak
mampu menjalani hidup mereka dengan sempurna dan tidak mampu melakukan hal-hal
yang mereka inginkan.
4. Individuasi
Ketika seseorang
menjalani hidup mereka, sering mengajukan pertanyaan untuk menemukan dan
memahami diri (mereka) sebagai hal yang berbeda tetapi juga dalam hubungan
dengan orang lain. Psikolog Carl Jung (Storr, 1983) menggambarkan proses
ini sebagai individuasi seseorang. Juga digambarkan sebagai krisis
pertengahan hidup, individuasi umumnya pada individu usia baya.
Individuasi mungkin didahului oleh rasa kekosongan dalam hidup atau kurang
mampu untuk memotivasi diri. Individuasi adalah pengalaman manusia yang umum
yang ditandai oleh kebingungan, konflik, keputusasaan, dan perasaan hampa.
Spiritualitas seseorang harus dipertahanka, karena individuasi tampaknya
mendorong seseorang untuk mempertahankan aspek
positif, life-asserting dari kepribadian. Kejadian seperti stress,
keberhasilan atau kekurang berhasilan dalam pekerjaan, konflik perkawinan, atau
penurunan kesehatan dapat menyebabkan seseorang mencari pemahaman diri yang
lebih besar.
5. Pengalaman
Mendekati Kematian
Perawat mungkin
menghadapi klien yang telah mempunyai pengalaman mendekati kematian (NDE/near
death experience). NDE telah diidentifkasikan sebagai fenomena psikologis
tentang idividu yang baik telah sangat dekat dengan kematian secara klinis atau
yag telah pulih setelah dinyatakan mati. NDE tidak berkaitan dengan kelaianan
mental (Basford, 1990). Orang yang mengalami NDE setelah henti jantung-paru,
misalnya sering mengatakan cerita yang sama tentang perasaan diri mereka
terbang di atas tubuh mereka dan melihat para pemberi perawatan kesehatan
melakukan tindakan penyelamatan hidup. Sebagian besar individu menggambarkan
bahwa mereka melewati terowongan kearah cahaya yang terang, dan merasakan suatu
ketenangan yang dalam dan damai. Tidak bergerak kearah cahaya tersebut, sering
mereka mengetahui bahwa belum waktunya untuk mati bagi mereka dan mereka
kembali hidup.
Klien yang telah
mengalami NDE sering enggan untuk mendiskusikan hal ini, mereka berpikir bahwa
keluarga atau pemberi perawatan kesehatan tidak dapat memahami. Isolasi dan
depresi dapat terjadi sebagai akibat tidak menceritakanpengalamannya atau menerima
penghakiman dari orang lain ketika mereka menceritakannya. Namun demikian,
imdividu yang mengalami NDE, dan mereka yang dapat mendiskusikannya dengan
keluarga atau pemberi perawatan kesehatan, menemukan keterbukaan pada kekuatan
pemgalaman mereka seperti yang dilaporkan. Mereka secara konsisten
melaporkaaftereffect yang positif, termasuk sikap positif, perubahan
nilai, dan perkembangan spiritual (Turner, 1995). Bila klien dapat hidup
setelah henti jantung-paru, penting artinya bagi perawat untuk tetap terbuka
dan memberi kesempatan kepada klien untuk menggali apa yang sudah terjadi.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penting
bagi manusia untuk mempunyai keyakinan atau kepercayaan agar manusia mempunyai
kontrol dalam kehidupannya.Spiritual atau kepercayaan bisa menumbuhkan kekuatan
dari dalam diri manusia agar bisa bertahan dalam segala keadaan
apapun.spiritual juga bisa menumbuhkan kecerdasan emosional (EQ)
Keyakinan
spiritual sangat penting bagi perawat karena dapat mempengaruhi tingkat kesehatan
dan perilaku self care klien. Keyakinan spiritual yang perlu dipahami
,menuntun kebiasaan hidup sehari-hari gaya hidup atau perilaku tertentu pada
umumnya yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan mungkin mempunyai makna
keagamaan bagi klien seperti tentang permintaan menu diet.
Sumber
dukungan, spiritual sering menjadi sumber dukungan bagi seseorang untuk
menghadapi situasi stress. Dukungan ini sering menjadi sarana bagi seseorang
untuk menerima keadaan hidup yang harus dihadapi termasuk penyakit yang
dirasakan.
Sumber
kekuatan dan penyembuhan,individu bisa memahami distres fisik yang berat karena
mempunyai keyakinan yang kuat. Pemenuhan spiritual dapat menjadi sumber
kekuatan dan pembangkit semangat pasien yang dapat turut mempercepat proses
kesembuhan.
Sumber
konflik pada situasi tertentu dalam pemenuhan kebutuhan spiritual pasien, bisa
terjadi konflik antara keyakinan agama dengan praktik kesehatan seperti tentang
pandangan penyakit ataupun tindakan terapi. Pada situasi ini, perawat
diharapkan mampu memberikan alternatif terapi yang dapat diterima sesuai
keyakinan pasien.
B.
Saran
perlu
banyak pembelajaran tentang spiritualitas karena spiritual sangat penting bagi
manusia dalam berbagai hal. dalam ilmu kesehatan juga perlu ditingkatkan agar seorang tenaga kesehatan tidak salah
mengambil sikap atau tindakan dalam menghadapi klien dengan gangguan
spiritualitas. perhatian spiritualitas dapat menjadi dorongan yang kuat bagi
klien kearah penyembuhan atau pada perkembangan kebutuhan dan perhatian
spiritualitas. untuk itu seorang perawat tidak boleh mangesampingkan masalah
spiritualitas klien.
DAFTAR
PUSTAKA
Dr.liza,2011.konsep
spiritual.sang obsesi.
Jeany.blogs.spot.com-makalah
konsep dasar spiritual. Rabu, 04 Januari 2012.
Kurniawan,bayu.blogs.spot.com-kebutuhan
spiritual pasien. November 25, 2011
Membantu mengatasi semua masalah mulai masalah yang sepele sampai masalah santet menyantet, dengan ghaib terberat, dll. Mulai cek di tubuh ada jin yang nempel atau tidak, healing, sinkronisasi qorin, sinkronisasi jiwa raga, sinkronisasi past life, membuang ghaib jahat, dll. Ikhlasnya saya: Saya membantu Anda, karena saya dulu pernah di posisi Anda (Dulu, Butuh Bantuan juga).
ReplyDeleteUntuk deteksi awal dan janjian, silahkan hubungi tandem saya Mbak Rien: istposted@gmail.com.
Per Oktober 2019:
Untuk deteksi awal dan janjian hari/ tempat silahkan hubungi tandem saya Mbak Rien: istposted@gmail.com.
Kenapa di kami bisa gratis termasuk sewa tempatnya? Karena sudah banyak yang berhasil kami bantu dan sekarang menjadi donatur tetap. Selain itu, kami lebih suka balasan pahalanya di akhirat. Masih ingin zonk dengan bayar jutaan rupiah? Silahkan tanya Mbak Rien tentang ini. Sudah jauh, mahal, ternyata dukunnya gak bisa apa2.
Target jangka pendek ini adalah menyelamatkan peredaran uang puluhan juta per hari dan kehilangan waktu antri bulanan dari dukun abal2.
Mau bilang ybs khodam malaikat? Udah disamplui kalau ilmunya dipakai bisnis. Ini khodamnya jin islam arab. Cuman, ybs gak tahu dan nganggapnya malaikat.
jongkojoyosudrajat@blogspot.com