ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) BERDASARKAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2013.
Berikut ini adalah contoh karya tulis ilmiah mengenai Analisis Pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan bangunan Pedesaan dan perkotaan
ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2) BERDASARKAN PERATURAN
DAERAH NOMOR 1 TAHUN 2013
(STUDY PADA DINAS PENDAPATAN DAERAH
KABUPATEN LOMBOK TENGAH)
KARYA
TULIS ILMIAH
Logo
lombok tengah
Oleh:
Nama
Nip
Pegawai
.....
Tahun
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Lahirnya
otonomi daerah di Indonesia membawa dampak perubahan besar bagi pemerintah
daerah, karena dengan adanya otonomi daerah ini berarti pemerintah daerah
diberikan kebebasan dalam mengelola daerahnya sendiri. Masalah utama bagi
daerah dalam menjalankan otonomi daerah adalah kecukupan pemerintah daerah
memperoleh pendapatan untuk membiayai kegiatan pemerintahannya, melaksanakan
urusan yang dilimpahkan pemrintah pusat dan melaksanakan pembangunan
kesejahteraan masyarakatnya. Pada kenyataan saat ini faktor tersedianya dana
merupakan dilema bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan pemerintahan umum
dan pembangunan masyarakat secara mandiri (Dewi, 2012).
Pendapatan daerah yang terbesar bersumber dari
pendapatan pajak dan retribusi. Pajak bumi dan bangunan merupakan salah satu
sumber penerimaan daerah yang digunakan untuk keperluan belanja daerah. PBB
adalah termasuk dalam jenis pajak pusat, namun hasil penerimaan PBB diarahkan
untuk kepentingan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Hal tersebut jelas
terlihat pada pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 1985 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan, dan sebagaimana telah dirubah menjadi Undang-undang Nomor 12
tahun 1994, bahwa:
“Hasil
penerimaan pajak merupakan penerimaan negara yang dibagi antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90%
(sembilan puluh persen) untuk pemerintah daerah tingkat I sebagai daerah yang
bersangkutan”
PBB
dikenakan pada 5 (lima) sektor atau objek yaitu sektor perkebunan, sektor
kehutanan, sektor pertambangan, sektor pedesaan dan sektor perkotaan (www.
Pajak.go.id). penerimaan bagian daerah untuk pajak bumi dan bangunan pedesaan
dan perkotaan adalah 90% sedangkan untuk
bagian derektorat jendral pajak adalah 10%.
Kabupaten
Lombok Tengah memiliki luas 1.208,39 km² dengan
peruntukan tanah sebagai mana terlihat dalam tabel dibawah ini :
Tabel
1.1
Rincian Luas daerah
Kabupaten Lombok Tengah
No.
|
Jenis Peruntukan
|
Luas (Ha)
|
%
|
1.
|
Pekarangan / bangunan
|
6.993
|
5,79
|
2.
|
Sawah
|
52.556
|
43,49
|
3.
|
Tegalan / Kebun
|
12.420
|
10,28
|
4.
|
Ladang / Huma
|
12
|
0,01
|
5.
|
Tanah Penggembalaan
|
85
|
0,07
|
6.
|
Tambak
|
281
|
0,23
|
7.
|
Kolam / Empang
|
1.773
|
1,47
|
8.
|
Hutan Rakyat
|
2.583
|
2,14
|
9.
|
Hutan Negara
|
21.158
|
17,50
|
10.
|
Perkebunan
|
5.461
|
4,51
|
11.
|
Lain-lain
|
17.517
|
14,49
|
Jumlah luas
seluruhnya
|
120.839
|
100,00
|
sumber: website resmi Kabupaten
Lombok Tengah
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa
sumber pendapatan daerah yang berasal dari pajak bumi dan bagunan untuk
Kabupaten Lombok Tengah sangat membantu untuk memenuhi belanja daerah. Oleh
karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk mengatur bagaimana
mekanisme pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan tersebut. Lahirnya
Perda Nomor 1/2013 ini dilandasi dengan Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010, nomor: 58 tahun 2010 tentang
Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
sebagai Pajak Daerah dan Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentan Pajak Daerah
dan Retribusi Daerah. Berdasarkan peraturan tersebut maka hasil pemungutan
pajak bumi dan bangunan sepenuhnya menjadi sumber penerimaan daerah. Oleh
karena itu pemerintah daerah harus termasuk Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok
Tengah harus benar-benar mengelola pemungutan pajak bumi dan bangunan ini agar
mencapai target yang telah ditentukan.
Berdasarkan data yang di publikasikan oleh Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten Lombok Tengah dari tahun 2009 sampai tahun 2013
menunjukan bahwa realiasi penerimaan pajak bumi dan bangunan sudah sangat baik
bahkan melebihi 100% pada tahun 2010 dan 2011.
Tabel 1.2
Target dan
Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) Kabupaten Lombok
Tengah Tahun 2009-2013
Tahun
|
Target
|
Realisasi
|
Persentase (%)
|
2009
|
5.713.096.000
|
4.887.536.547
|
85,57
|
2010
|
5.618.502.000
|
6.900.256.000
|
122,81
|
2011
|
6.981.646.595
|
7.335.142.453
|
107,02
|
2012
|
14.585.777.502
|
7.238.154.255
|
49,62
|
2013
|
12.105.928.404
|
7.976.157.999
|
65,89
|
Tingginya realiasi penerimaan pajak bumi dan
bangunan pada tahun 2010 dan 2011 membuat pemerintah menaikan target penerimaan
dari 6 milyar menjadi 14 milyar sehingga realiasi menjadi turun drasti pada
tahun 2012. Jumlah penerimaan pajak untuk kabupaten lombok tengah masih berada
pada kisaran yang stabil dari tahun 2011 sampai 2013 yaitu sebesar 7 milyar
rupiah. Terbitnya peraturan daerah nomor 1 tahun 2013 ini diharapkan akan lebih
meningkatkan perolehan penerimaan pajak bumi dan bangunan serta memudahkan dinas
pendapatan dalam mengelola pemungutan pajak.
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka penulis
tertarik untuk meneliti bagaimana proses pelaksanaan pemungutan pajak
bumi dan bangunan setelah dilakukan pengalihan dari pemerintah pusat
kepemerintah daerah. Oleh karena itu, penulis merumuskan penelitian dengan
judul “Analisis Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi Dan Bangunan Pedesaan Dan
Perkotaan (Pbb-P2) Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah
pelaksanaan pemungutan pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan di
Kabupaten Lombok Tengah telah sesuai dengan Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan?
2. Apa
permasalahan yang dihadapi Pemerintah
Daerah Kabupaten Lombok Tengah pada dua tahun terakhir sehingga realiasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan terjadi penurunan?
C.
Tujuan
Penelitian
1. Untuk
mengetahui pelaksanaan pemungutan pajak di Kabupaten Lombok Tengah setelah
diterbitkan Perda Nomor 1 Tahun 2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan
dan Perkotaan.
2. Untuk
mengetahui apa saja kendala pemerintah dalam melakukan pemungutan pajak bumi
dan bangunan sehingga realisasinya tidak sesuai dengan target yang telah
ditentukan.
D.
Manfaat
Penelitian
Berikut
adalah manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu:
1. Manfaat
Akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi tambahan
pengetahuan dan wawasan akademik bagi pihak-pihak yang melakukan penelitian
sejenis guna mengoptimalkan penerimaan daerah.
2. Manfaat
praktis, penelitian ini diharapkna memberikanmasukan dan gambaran kepada
pemerintah daerah dalam meningkatkan kinerja dalam pelayanan pemungutan pajak
sehingga target penerimaan dapat terealisasi.
E.
Sistematika
Penulisan
Sistematika
penulisan dalam penyusunan laporan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB
1 PENDAHULUAN
Bab
ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB
2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan tentang
konsep dan teori yang mendukung terkait dengan pemungutan pajak bumi dan
bangunan baik itu peraturan pemerintah maupun hasil penelitian terdahulu.
BAB
3 METODE PENELITIAN
Dalam
bab ini akan dibahas mengenai metode penelitian yang terdiri dari jenis
penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data serta analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini.
BAB 4 PEMBAHASAN/ ANALISIS
Pada
bab ini dibahas mengenai gambaran umum wajib pajak bumi dan bangunan, pemaparan
tentang mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan serta permasalahan dalam
proses pemungutannya.
BAB 5 PENUTUP
Bab
ini menguraikan simpulan mengenai bagaimana pelaksanaan pemungutan pajak bumi
dan bangunan sudah sesuai dengan Perda Nomor 1 tahun 2013 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan serta Penguraian mengenai permasalahan
yang dihadapi dalam proses pemungutan pajak tersebut.
BAB
II
TINJAUN
PUSTAKA
I.
Landasan
Teori
A.
Pengertian
Pajak
Pembangunan nasional merupakan
kegiatan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan. Untuk
merealisasikan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan
pembangunan yang salah satu sumber dananya berasal dari dalam negeri yaitu
sektor pajak .
Beberapa
ahli mendefenisikan pajak sebagai berikut :
Menurut Mardiasmo (2004:1) , pajak
adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung
dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum
Menurut Waluyo dan Ilyas (2003:4) ,
pajak adalah iuran kepada kas Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan , dengan tidak mendapatkan
prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaranpengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas Negara yang
menyelenggarakan pemerintahan .
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH,
(1994) guru besar dalam Hukum Pajak pada Universitas Padjajaran, Bandung,
seperti dikutip oleh Safri Nurmantu, yaitu: ”Pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara (peralihan kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah)
berdasarkan undang- undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal
(tegen prestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum.
Dari
beberapa pengertian diatas , dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur
:
a) Pajak
merupakan iuran dari rakyat kepada kas Negara yang berupa uang (bukan barang)
b) Pajak
dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan
pelaksanaannya .
c) Dalam
pembayarannya pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh Pemerintah
d) Digunakan
untuk membiayai rumah tangga Negara , yakni pengeluaran-pengeluaran yang
bermanfaat bagi masyarakat luas .
Pajak
sebagai sumber pendapatan utama pemerintah yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum yang bermanfaat bagi masyarakatnya.
B.
Pengertian
Pajak Bumi Dan Bangunan
Menurut
Soemitro (20006:1) Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
harta tidak bergerak , oleh sebab itu yang dipentingkan adalah objeknya dan
oleh karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subjek
tidak penting dan tidak mempengaruhi besarnya pajak, maka disebut juga pajak
objektif .
Pajak
Bumi dan Bangunan adalah salah satu pajak pusat yang merupakan sumber
penerimaan Negara yang sebaagian besar hasilnya di serahkan kepada Pemerintah
Daerah untuk kepentingan masyarakat daerah tempat objek pajak .
Dari
peranan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian PBB adalah iuran yang
dikenakan terhadap orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak, memiliki,
menguasai dan memperoleh manfaat dari bumi dan bangunan. Namun sebagimana telah
dirubah dengan UU No. 28/2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah yang
baru, Pajak Bumi dan Bangunan kini merupakan Pajak Daerah yang 100 %
penerimaannya akan diterima oleh Daerah yang bersangkutan. Dimana selama ini
PBB merupakan pajak pusat, namun hampir seluruh penerimaannya diserahkan kepada
daerah. Untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, khusus
PBB sektor perdesaan dan perkotaan dialihkan menjadi pajak daerah. Sedangkan
PBB sektor perkebunan, perhutanan, dan pertambangan masih merupakan pajak
pusat. Dengan dijadikannya PBB Perdesaan dan Perkotaan menjadi pajak daerah,
maka penerimaan jenis pajak ini akan diperhitungkan sebagai pendapatan asli
daerah (PAD).
1.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
Subjek Pajak Bumi dan
Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang secara nyata :
a. Mempunyai
suatu hak atas bumi, dan atau ;
b. Memperoleh
manfaat atas bumi , dan / atau ;
c. Memiliki ,
menguasai atas bangunan , dan / atau ;
d. Memperoleh
manfaat atas bangunan
2.
Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Ditinjau dari jenis
pajaknya , Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan pajak yang dikenakan atas
bumi dan bangunan . Bumi merupakan permukaa bumi dan tubuh bumi yang ada
dibawahnya, permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan pendalaman
(termasuk rawa-rawa dan tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia
.
Sedangkan bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah
dan atau perairan (Waluyo,2005:144).
Berdasarkan UU No 28
Tahun 2009 Pasal 77 ayat (1), yang menjadi Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan adalah Bumi dan/atau Bangunan yang dimiliki, dikuasai,
dan/ atau dimanfaatkaan oleh orang pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang
digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan , perhutanan , dan pertambangan .
Selanjutnya penjelasan
dari Pasal 77 Ayat (2), menguraikan lebih lanjut
mengenai pengertian
bangunan yang menjadi objek PBB adalah :
a) Jalan
lingkungan yang terletak dalam suatu komplek suatu bangunan seperti hotel,
pabrik, dan emplasemennya, dan lain-lain yang merupakan satu kesatuan dengan
kompleks bangunan tersebut;
b) Jalan
TOL;
c) Kolam
renang;
d) Pagar
mewah;
e) Tempat
olahraga;
f) Galangan
kapal, dermaga;
g) Taman
mewah;
h) Tempat
penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak, dan;
i)
Menara.
Objek Pajak yang tidak
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan pasal 77 ayat (3) UU
No 28 Tahun 2009 yaitu objek pajak yang :
a) Digunakan
oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan
b) Digunakan
semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social,
kesehatan, pendidikan dan kebudaayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan;
c) Merupakan
hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani oleh
suatu hak;
d) Digunakan
oleh perwakilan diplomatik, konsultan berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
e) Digunakan
oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan
peraturan Menteri Keuangan;
3.
Dasar Pengenaan dan Perhitungan Pajak Bumi dan
Bangunan
Dasar pengenaan pajak
adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang besarnya ditetapkan selama tiga tahun
sekali oleh Menteri Keuangan , kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan selama
tiga tahun sekali sesuai dengan perkembangan daerahnya. Pengertian Nilai Jual
Objek Pajak (NJOP) sesuai dengan UUPBB adalah harga rata-rata yang diperoleh
dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan apabila tidak terdapat
transaksi jula beli , Nilai Jual objek Pajak (NJOP) ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru
atau Nilai Jual Objek Pajak pengganti. Sesuai dengan keputusan Menkeu No
523/KMK.04/1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek
Pajak (NJOP) Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan telah mengatur
pokok-pokok sebagai berikut :
a) Standar
Investasi adalah jumlah yang diinvestasikan untuk suatu pembangunan dan/ atau
penggalian sumber daya alam atau biaya tertentu yang dihitung berdasarkan
komponen tenaga kerja , bahan dan alat , mulai dari awal pelaksanaan sampai
dengan tahap produksi .
b) Objek Pajak yang bersifat khusus adalah objek
pajak yang letak , bentuk , peruntukkan , dan atau penggunaannya meliputi
karakteristik khusus .
c) Dalam
hal ini objek pajak yangnilai jual permeternya lebih besar darin ketentuan
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang terjadi di lapangan digunakan sebagai dasar
pengenaan PBB
d) Objek
Pajak sector Pedesaan dan Perkotaan yang bersifat khusus , Nilai Jual Obej
Pajaknya ditentukan berdasarkan nilai indikasi rata-rata yang diperoleh dari
hasil penilaian secara massal .
e) Besarnya
Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sector perkebunan , kehutanan , pertambangan
serta usaha bidang perikanan , peternakan dan perairan untuk areal produksi
dan/atau areal produksi ditentukan berdasarkan nilai jual permukaan bumi dan
bangunan ditambah dengan nilai investasi .
f) Untuk
objek pajak tertentu yang bersifat khusus , Nilai Jual Objek Pajaknya dapat
ditentukan berdasarkan nilai pasar yang dilakukan oleh penjual fungsional yang
dinilai secara fungsional .
Dasar pengenaan pajak
adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) serendahrendahnya 20% dan
setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak. Sedangkan besarnya
terutang dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual
Kena Pajak (NJKP)
PBB
= Tarif Pajak x NJKP atau
PBB
= 0.3% x {Persentase NJKP x (NJOP-NJOPTKP)}
4.
Dasar Hukum PBB
a.
UU No 12 Tahun 1985 tentang PBB
b.
UU No. 12 tahun 1994
c.
UU No 28 Tahun 2009
d.
PP No 46 Tahun 1985 tentang persentase
NJKP pada PBB
e.
Kep. Menkeu No. 1002/KMK.04/1985 tentang
Tata cara pendaftaran Objek Pajak PBB
f.
Kep. Menkeu No. 1003/KMK.04/1985 tentang
penuntun klasifikasi dan besarnya NJOP sebagai dasar pengenaan PBB
g.
Kep. Menkeu No. 1006/KMK.04/1985 tentang
tata cara penagihan PBB dan penunjukan pejabat yang berwenang mengeluarkan
Surat Paksa
h.
Kep. Menkeu No. 1007/KMK.04/1985 tentang
pelimpahan Wewenang penagihan PBB kepada Gubernur Kepala Daerah TK I dan/atau Bupati/Walikota
Madya Kepala Daerah TK II
i.
Kep. Menkeu No 523/KMK.04/1998 tentang
Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
j.
Peraturan Bersama Menteri Keuangan dan
Menteri Dalam Negeri nomor: 213/pmk.07/2010, nomor: 58 tahun 2010 tentang
Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
sebagai Pajak Daerah
k.
Perda No 1/2013 mengenai Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Kabupaten Lombok Timur.
C. Teori Pemungutan Pajak
Menurut
Wirawan B. Ilyas , dalam bukunya Hukum Pajak, ada beberapa teori yang
mendasari adanya pemungutan pajak, yaitu:
1. Teori
asuransi, menurut teori ini negara mempunyai tugas untuk melindungi warganya
dari segala kepentingannya baik keselamatan jiwanya maupun keselamatan harta
bendanya. Untuk perlindungan tersebut diperlukan biaya seperti layaknya dalam
perjanjian asuransi diperlukan adanya pembayaran premi. Pembayaran pajak ini
dianggap sebagai pembayaran premi kepada negara. Teori ini banyak ditentang karena
negara tidak boleh disamakan dengan perusahaan asuransi.
2. Teori
kepentingan, menurut teori ini, dasar pemungutan pajak adalahadanya kepentingan
dari masing-masing warga negara. Termasuk kepentingan dalam perlindungan jiwa
dan harta. Semakin tinggi tingkat kepentingan perlindungan, maka semakin tinggi
pula pajak yang harusdibayarkan. Teori ini banyak ditentang, karena pada
kenyataannya bahwa tingkat kepentingan perlindungan orang miskin lebih tinggi daripada
orang kaya. Ada perlindungan jaminan sosial, kesehatan, dan lain-lain. Bahkan
orang yang miskin justru dibebaskan dari beban pajak
3. Teori
bakti, mengajarkan bahwa penduduk adalah bagian dari suatu negara oleh karena
itu penduduk terikat pada negara dan wajib membayar pajak pada negara dalam
arti berbakti pada Negara
4. Teori
gaya pikul, teori ini mengusulkan supaya didalam hal pemungutan pajak
pemerintah memperhatikan daya pikul wajib pajak
5. Teori
gaya beli, menurut teori ini justifikasi pemungutan pajak terletak pada akibat
pemungutan pajak. Misalnya tersedianya dana yang cukup untuk membiayai
pengeluaran umum negara, karena akibat baik dari perhatian negara pada
masyarakat maka pemungutan pajak juga baik
6. Teori
pembangunan. Untuk Indonesia, justifikasi pemungutan pajak yang paling tepat
adalah pembangunan dalam arti masyarakat yang adil dan makmur
D. Dasar Hukum Pemungutan PBB
1. UU
No. 6 Tahun 1983 diperbaharui dengan UU No. 16 tahun 2000 tentang Ketentuan
Umum Perpajakan
2. UU
No. 12 tahun 1985 diperbaharui dengan UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi
dan Bangunan dan diperbaharui lagi dengam UU no 28 tahun 2009
3. PP
No. 74 tahun 1998 tentang Nilai Jual Kena Pajak
4. Keputusan
Menteri Keuangan No. 523 /KMK.01/1998 tentang PenentuanKlasifikasi dan Besarnya
NJOP Sebagai Dasar Pengenaan Pajak
5. Keputusan
Direktur Jenderal Pajak No. KEP-16/PJ.6/1998 tentang Petunjuk Teknis Penilaian
Individual
6. Keputusan
direktur Jenderal pajak No.533 / PJ / 2000 tentang Petunjuk Pelaksana
Pendaftaran, Pendataan dan Penilaian Objek dan Subjek Pajak Bumi dan Bangunan
dalam rangka pembentukan dan/atau pemeliharaan Basis Data Sistem Manajemen
Informasi Objek Pajak.
7. Peraturan
Bersama Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri nomor:213/pmk.07/2010, nomor:
58 tahun 2010 tentang Tahapan Persiapan Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan
Perdesaan dan Perkotaan sebagai Pajak Daerah
E. Syarat
Pemungutan Pajak
Tidaklah mudah untuk membebankan pajak pada
masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak. Namun
bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan karena dana yang
kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah, maka pemungutan pajak harus
memenuhi persyaratan yaitu:
Pemungutan
pajak harus adil
Seperti halnya produk, hukum pajak pun mempunyai
tujuan untuk menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundangundangan maupun adil dalam pelaksanaannya. Contohnya:
1.
enggan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2.
Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat sebagai wajib
pajak
3.
Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai dengan berat
ringannya pelanggaran
Pemungutan
pajak harus berdasarkan UU
Sesuai dengan Pasal 23 UUD 1945 yang berbunyi:
"Pajak dan pungutan yang bersifat untuk keperluan negara diatur dengan
Undang-Undang", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
UU tentang pajak, yaitu:
-
Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan UU tersebut harus
dijamin kelancarannya
-
Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan secara umum
-
Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak
Pemungutan
pajak tidak mengganggu perekonomian
Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa
agar tidak mengganggu kondisi perekonomian, baik kegiatan produksi,
perdagangan, maupun jasa. Pemungutan pajak jangan sampai merugikan kepentingan masyarakat
dan menghambat lajunya usaha masyarakat pemasok pajak, terutama masyarakat
kecil dan menengah.
Pemungutan
pajak harus efisien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan
pajak harus diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya
pengurusan
pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem pemungutan pajak harus sederhana dan
mudah untuk dilaksanakan. Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami
kesulitan dalam pembayaran pajak baik dari segi penghitungan
maupun
dari segi waktu.
Sistem
pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan
keberhasilan dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan wajib
pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai sehingga akan memberikan
dampak positif bagi para wajib pajak untuk meningkatkan kesadaran dalam pembayaran
pajak. Sebaliknya, jika sistem pemungutan pajak rumit, orang akan semakin
enggan membayar pajak.
F. rinsip-prinsip
Pemungutan Pajak
Menurut Era Saligman ada empat Prisip pemungutan
pajak:
· Prisip fiskal
· Prinsip ekonomi
· Prinsip Etika
· Prinsip
Administrative
Kunci dari proses pemungutan pajak adalah kepatuhan
sukarela (voluntary compliance), yaitu meletakkan tanggungjawab
pemungutan sepenuhnya pada kesadaran Wajib Pajak. Karena kepatuhan sukarela
yang dijadikan kunci dari pemungutan pajak, maka dalam pelaksanaannya
seringkali muncul perlawanan pajak oleh Wajib Pajak, baik perlawanan aktif
maupun pasif.
Menurut teori yang dikembangkan oleh Dr. Chaizi
Nasucha dalam Bukunya “Reformasi Administrasi Publik - Teori dan Praktik” Kepatuhan
Wajib
Pajak
dapat diukur dari tiga aspek yaitu:
1)
Aspek Yuridis :
a.
Pendaftaran Wajib Pajak
b.
Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT)
c.
Penghitungan pajak
d.
Pembayaran pajak
2)
Aspek psikologis :
a.
Penyuluhan
b.
Pelayanan
c.
Pemeriksaan
3)
Aspek Sosiologis :
a.
Kebijakan publik
b.
Kebijakan fiskal
c.
Kebijakan perpajakan
d.
Administrasi perpajakan
G. Asas
Pemungutan Pajak
Disamping itu terdapat juga asas-asas pemungutan
pajak seperti:
§ Asas
yuridis yang mengemukakan supaya pemungutan pajak didasarkan pada undang-undang
§ Asas
ekonomis yang menekankan supaya pemungutan pajak jangan sampai menghalangi
produksi dan perekonomian rakyat
§ Asas
finansial menekankan supaya pengeluaran-pengeluaran untuk memungut pajak harus
lebih rendah dari jumlah pajak yang dipungut.
II. Kerangka Pemikiran
Terbitnya undang-undang nomor 28 tahun 2009 tentang
pajak dan restribusi daerah membawa perubahan besar dalam penerimaan pajak bumi
dan bangunan dimana sebelum undang-undang ini terbit pembagian pemerintah
daerah adalah 90% dimana 9% dari bagian tersebut digunakan untuk membiaya upah
pungut. Namun, dengan adanya pengalihan
penerimaan dari pusat kedaerah ini memberikan tambahan dana kepada pemerintah
daerah untuk membiayai pembangunan dan untuk mensejahterakan masyarakatnya.
Oleh karena itu Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok
Tengah menerbitkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 tentan Pajak Bumi dan
Bangunan Perdesaan dan Perkotaan untuk sebagai mekanisme pemungutan pajak
setelah peralihan tersebut.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka penenulis merumuskna kerangka berpikir dari penelitian
ini sebagai berikut:
Gambar
2.1.
Kerangka
Pemikiran
|
|
|
BAB III
METODE PENELITIAN
I.
Jenis
Penelitian
Penelitian
ini termasuk dalam penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif merupakan kegiatan yang meliputi pengumpulan data
dalam rangka menguji pertanyaan yang menjadi pokok permasalahan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk perkembangan pelaksanaan pemungutan
pajak bumi dan bangunan setelah didaerahkan dan terbitnya Perda No. 1 tahun
2013 di Kabupaten Lombok Tengah.
II. Sumber Data
Penelitian ini adalah penelitian
primer yaitu penelitian yang datanya diperoleh langsung pada objek penelitian.
Proses pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara. Peneliti mengambil dinas pendapatan sebagai
pupulasi penelitian dengan sampel bagian-bagian yang menangani tentang pajak
bumi dan bangunan (UPTD PBB).
III.
Analisis
Data
Teknik
analisa data dilakukan setelah melakukan pengumpulan data. Analisis data
merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan kualitas hasil
penelitian. Dalam penelitian ini digunakan analisis data kualitatif sebagai
cara penjabaran data berdasarkan hasil temuan di lapangan dan studi
kepustakaan. Data yang diperoleh tersebut disusun dalam bentuk penyusunan data
kemudian dilakukan reduksi atau pengolahan data, menghasilkan sajian data dan
seterusnya diambil kesimpulan dan verifikasi yang dilakukan bersamaan dengan
proses pengumpulan data.
BAB
IV
PEMBAHASAN
I.
Gambaran
Umum Objek Penelitian
Penelitian
ini menggunakan Dinas Pedapatan Daerah Kabupaten Lombok Tengah sebagai sampel penelitian karena penerimaan pajak
bumi dan bangunan sudah diserahkan kepada daerah dalam hal ini dinas pendapatan
daerah untuk mengelola penerimaan pajak tersebut. Dinas Pendapatan Daerah sama
seperti SKPD pada umumnya mempunyai struktur organisasi yang memuat dengan
jelas mengenai tugas pokok dan fungsinya. Berikut adalah gambaran mengenai
struktur organisasi yang di miliki oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten
Lombok Tengah:
a. Kepala
Dinas
b. Sekretaris/Wakil
Kepala Dinas
c. Bagian
Administrasi
Mebawahi
bagian......
d. Bidang
Bagi hasil
e. Bidang
Perencanaan
f. Bidang
Pajak dan Retribusi
Membawahi Sub bagian: Bidang
Khusus Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
II. Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan Berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan Di Kabupaten Lombok Tengah.
Salah
satu sumber penerimaan dari pajak yang dipungut di daerah administrasi
Kabupaten Kota termasuk Kabupaten Lombok Tengah adalah Pajak Bumi dan Bangunan
Pedesaan dan Perkotaan. Pengalihan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan
Perkotaan dari pusat ke daerah ditandai dengan terbitnya Undang- Undag Nomor 28
Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Pengalihan ini tentu harus
segera di barangi dengan kesiapan
pemerintah daerah untuk mengelola sepenuhnya penerimaan pajak bumi dan
bangunan pedesan dan perkotaan ini untuk mendanai pembangunan daerah
masing-masing. Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Tengah untuk menjawab
tantangan ini mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2013 Tentang Pajak
Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan. Peraturan ini memuat mekanisme
pelaksanaan penerimaan pajak mulai dari:
a. Tata
cara pendataan dan pelaporan Objek Pajak;
b. Tata
cara penerbitan SPPT, SKPD, SKPDN;
c. Tata
cara pengisian dan penyampaian SPOP, SPPT, SKPD, SKPDN;
d. tata
cara pembayaran, penyetoran, angsuran dan penundaan pembayaran pajak;
e. tata
cara pengajuan dan penyelesaian keberatan;
f. tata
cara pengurangan atau penghapusan sanksi administratif dan pengurangan atau
pembatalan ketetapan pajak;
g. tata
cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak;
h. tata cara penghapusan piutang Pajak yang sudah
kadaluwarsa; dan
i.
tata cara pemeriksaan Pajak.
Menurut
kepala bagian pajak dan retribusi.....mekanisme pelaksanaan pajak yang
dilakukan pada seluruh objek pajak yang terdaftar di Kabupaten Lombok tengah
telah mengacu pada peraturan ini. “ Perda ini telah cukup jelas mengatur
bagaimana mekanisme pelaksaan pemungutan pajak bumi dan bangunan mulai dari
pendaftaran, pendataan, pengisian SPPT, penyerahan SPPT, pembayaran pajak,
hingga pemeriksaan pajak. Sehingga kami merasa dengan pengalihan pajak bumi dan
bangunan perdesaan dan perkotaan ini tidak menjadi masalha karena mekanisme
pemungutannya sama dengan sebelum pendaerahan PBB ini “ paparnya.
Terkait
dengan mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan dilapangan .... selaku BKP
pajak bumi dan bangunan menjelaskan “ Pada awal tahun kami menerbitkan SPPT secara
massal. Kemudian SPPT tersebut di sebar ke kecamatan masing-masing objek pajak.
Kami mempunyai petugas di Kecamatan untuk menyortir pembagian SPPT ke
Desa-Desa. Petugas Pemungut mengambil Bagian masing dan menyampaikan SPPT
tersebut kepada wajib pajak. Wajib pajak kemudian membayar tersebut ke petugas
pemungut (Sedahan), atau langsung ke Petugas Penerima Setoran (PPS) PBB
kecamatan. Pembayaran pajak oleh wajib pajak ini paling lambat 6 (enam) bulan
setelah SPPT diterima. Wajib pajak yang memabayar pajak melalui petugas
kemudian di kasih Tanda Terima Sementara (TTS) dan , pembayran pajak dianggap
sah jika wajib pajak menerima SSPD sebagai pengganti TTS. Petugas pemungut
kemudian menyetorkan unag dari wajib pajak bersama SPPTnya kepada Petugas
Penerima Setoran PBB Kecamatan. Selanjutnya PPS PBB Kecamatan menyetorkan ke
kas daerah paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterima dari petugas pemungut
atau wajib pajak”. Mekanisme pemungutan pajak bumi dan bangunan yang kami
jalankan telah sesuai dengan Perda No 1/2013 pasal 9 sampai pasal 37. Saudara
dapat lihat dari perda tersebut” ungkapnya.
III.
Kendala-Kendala
yang Dihadapi Oleh Dinas Pendapatan Dalam Memenuhi Target Penerimaa Pajak Bumi
dan Bangunan.
Kabupaten
Lombok Tengah sampai dengan desember tahun 2014 mempuyai objek pajak bumi dan
bangunan yang terdaftar sebanyak.....objek dengan nilai....... Jumlah yang
sangat signifikan ini tentu sangat membantu sumber pendanaan bagi pemerintah
daerah, namun terlepas dari jumlah yang besar tersebut masih banyak kendala yang
dihadapi oleh petugas pemungut maupun Petugas Penerima Setoran (PPS) PBB
kecamatan dalam melaksanakan pemungutan.
Berdasarkan
wawancara dengan salah satu PPS PBB Kecamatan Pujut yang di temui pada saat
melakukan penyetoran ke Bendahara Umum Daerah dapat disimpulkan beberapa
kendala yang dihadapi dilapangan sebagai berikut:
a. Rendahnya
Kesadaran dan Sumber Daya Manusia
Berbagai
upaya seperti penyuluhan/sosialisai baik itu secara langsung maupun melalui
media telah dilakukan oleh dinas pendapatan untuk meningkatkan kesadaran wajib
pajak dalam membayar pajak, akan tetapi masih saja banyak wajib pajak yang
telat membayar bahkan menunggak pembayaran. Hal itu dikarena kesadaran
masyarakat masih rendah hal itu juga di picu oleh redahnya kualitas sumber daya
manusia sehingga pemahaman mengenai pendaftran, pengajuan angsuran hingga
pengajuan keberatan terhadap pajak yang dikenakan masih kurang. Menurut bapak
.... seahrusnya petugas Pemungut harus lebih aktif dalam mengarahkan wajib
pajak mengenai pentingnya membayar pajak dan tata cara perpajakan sehingga
wajib pajak lebih termotivasi. Petugas Pemungut mempuyai keterkaitan yang lebih
tinggi dengan objek pajak karena mereka lebih mengenal objek dan wajib pajak “
paparnya.
b. Permasalahan
Terkait Objek Pajak.
Permasalahan
terhadap objek pajak adalah permasalahan terkait tanah atau bangunan yang
dikenakanan pajak. Seperti halnya barang tanah dan bangunan dapat
berpindah-pindah kepemilikan. Permasalahan ini menjadi kendala kenapa objek
pajak berupa tanah dan bangunan tersebut belum jelas kemana SPPT akan
diserahkan. Selain itu sengketa lahan juga menjadi permasalahan kenapa SPPT
tidak dibayarkan karena lahan yang menjadi sengketa belum jelas kepemilikannya.
Permasalahan tersebut harus segera diselesaikan agar status kepemilikan dan
tunggakan pajak dapat dibebankan kepada wajib pajak. Penjualan tanah juga harus
dilengkapi dengan dokumen balik nama sehingga pihak pemungut dapat menyerahkan
SPPT kepada pemilik tanah atau bangunanyang baru. Jika permasalahan mengenai
objek pajak ini dapat terselesaikan maka diharapkan penerimaan pajak dapat
ditingkatkan sehingga dana yang terkumpul dapat digunakan untuk kesejahteraan
bersama.
BAB V
KESIMPULAN
I.
Kesimpulan
Berdasarkan
hasil pengamatan wawancara yang kemudian diuraikan pada bab sebelumnya maka
dapat disimpulkan bahwa bahwa pemungutan pajak bumi dan bangunan telah
mengikuti Perda No.1/2013 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan
Perkotaan. Pengalihan pengelolaan PBB dari pusat ke daerah sangat membantu
pemerintah daerah karena sumber penerimaan Asli daerah bertambah sehingga
pemerintah daerah kabupaten lebih mandiri dalam mengelola daerah masing-
masing. Terkait dengan permasalahan tekhnis dalam proses pemungutan tidak
terlalu banyak berubah sehingga dinas pendapatan tidak terlalu mengalami
kesulitan yang berarti dalam mengelola penerimaan PBB.
Permasalahan
yang mendasari kenapa masih belumn maksimalnya penerimaan dari pajak bumidan
bangunan ini karena masih kurangnya kesadaran dari masyarakat untuk membayar
pajak, karena masyarakat masih kurang percaya terhadap pengelolaan pajak
daerah, mereka masih beranggapan oknum seperti gayus masih berkeliaran di
negara ini. Oleh karena itu pemerintah daerah harus lebih transparan dan
akuntabel dalam mengelola pajak sehingga masyarakat lebih tergugah untuk
membayar pajak. Selain itu peraturan perpajakan yang terus berubah dan
kurangnya sosialisasi yang tepat sasaran dan dipahami oleh masyarakat karena
rendahnya sumber daya manusia yang ada. Hal tersebut membuat masyarakat enggan
untuk mengurus pajak, dan cenderung untuk menghindari pajak.
Permasalahan
yang sering dan selalu terjadi yang menyebabkan kurangnya penrimaan pajak bumi
dan bangunan adalah objek pajak yang masih bermasalah. Penjualan/pemindahan
kepemilikan objek pajak yang tidak disertai dokumen dan pelaporan oleh wajib
pajak yang baru menyebabkan SPPT yang diterbitkan tidak dibayarkan karena tidak
adanya kejelasan siapa wajib pajak tertunggak. Selain itu sengketa lahan juga
menyebabkan ketidak jelasana siapa yang akan membayar pajak. Permasalahan-
permasalahan tersebut merupakan sebagian dari kendala-kendala yang menyebabkan
tidak terealiasinya taget penerimaan pajak 2 tahun terakhir di Kabupaten Lombok
tengah.
II. Saran
DAFTAR
PUSTAKA
www. Lomboktengah.go.id
diakses jumat maret 2015 jam:12.00.
0 Response to "Contoh Karya Tulis Ilmiah Terbaru mengenai ANALISIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN PEDESAAN DAN PERKOTAAN (PBB-P2)"
Post a Comment